Menu

Teks Berjalan

SELAMAT DATANG DIWEBSITE PONPES AMTSILATI DARUSSALAM TANON

Slide

Minggu, 21 Agustus 2016

Sejarah Berdirinya Kitab Amtsilati

Siapa sih yang tidak ingin bisa memahami tulisan-tulisan berbahasa Arab secara baik dan benar? Tidak ada yang bisa meragu, kitab suci Al-Qur’an dan teks-teks hadits Nabi serta sebagian besar khasanah keislaman disuguhkan dengan bahasa dan tulisan Arab. Ada yang berlebihan bahkan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga.

Akan tetapi melihat huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah.
 
Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia.


Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda usia, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama ”Amtsilati” yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni ”Qiro’ati”. Jika dalam metode Qiro’ati orang bisa belajar membaca Al-Qur’an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab ‘gundul’ kitab tanpa harakat, kenapa tidak!!

“Terdorong dari metode Qiro’ati yang mengupas cara membaca yang ada harokatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang tidak ada harokatnya. Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran “ti” dari Qiro’ati.

Mulai tanggal 27 Rajab 2001, saya merenung dan bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada do’a khusus, yang jika orang secara ikhlas melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur’an,” katanya.

”Saat mujahadah, kadang saya ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari.”

”Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.”

Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren “Manba’ul Qur’an”. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara.

Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar.


Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah tangga.


Sumber http://www.amtsilati.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar